Catur Yoga dan Jnana Yoga
Seperti yang kita singgung sebelumnya
dalam Hindu dikenal ada empat jalan untuk menuju Yang Maha Kuasa. Empat
Jalan ini disebut dengan Catur Yoga yang terdiri dari:
1. Bhakti Yoga: Menuju Yang Maha Kuasa dengan menggunakan sarana Rasa
2. Karma Yoga: Menuju Yang Maha Kuasa dengan menggunakan sarana Gerak/Kerja/Action
3. Jnana Yoga: Menuju Yang Maha Kuasa dengan menggunakan sarana Pikiran/logika
4. Raja Yiga: Menuju Yang Maha Kuasa dengan menggunakan sarana Konsentrasi dan Pengendalian Diri.
Pada pertemuan sebelumnya kita telah
membahas tentang Bhakti Yoga =dengan cinta kasih dan Karma Yoga = Kerja
tanpa pamerih, Kini mari kita lanjutkan ke jalan yang ketiga yaitu:
Jnana Yoga.
Manusia adalah mahluk tertinggi ciptaan
Tuhan yang mendiami maya pada ini. Manusia satu-satunya mahluk yang
dikaruniai pikiran=Jnana dan kecerdasan=Buddhi. Dengan karunia ini
manusia bisa memilah kemudian memilih mana yang patut dan yang tidak
patut, mana yang perlu diimprove dan mana yang perlu dijaga dan
dipertahankan. Dengan anugrah Jnana=pikiran ini manusia bisa
menganalisa, memecahkan segala persoalan hidupnya, tidak melulu hanya
mengandalkan naluri atau kebiasaan yang diajarkan pendahulunya. Manusia
selalu berusaha mencari jawaban dari setiap keraguan hidup yang
ditemuinya selama perjalanan di maya pada ini.
Kata “Jnana” dalam kamus Kawi-Indonesia ditulis artinya: ilmu, pengetahuan, pikiran, dan kesadaran. Dengan merangkum arti kata itu disimpulkan bahwa Jnana
Marga adalah jalan menuju Hyang Widhi dengan langkah pertama
meningkatkan pengetahuan, baik pengetahuan secara umum maupun
pengetahuan tentang ke-Tuhanan kemudian selanjutnya mengamalkan
pengetahuan itu bagi kesejahteraan umat manusia dan kelestarian alam
semesta. Pengetahuan umum dan pengetahuan tentang ke-Tuhanan diperoleh
dari pendidikan baik formal maupun non formal.
Dalam ajaran Catur Asrama jelas
disebutkan bahwa langkah kehidupan pertama adalah Brahmacari Asrama
=Masa belajar (usia 0-24 tahun) , seterusnya: Gryahasta (25-sampai lahir
cucu pertama/ masuk masa pensiun) , Wanaprasta (lahir cucu pertama/
masuk masa pensiun-mediksa atau medwijati sekitar usia 55-60 tahun)),
dan Biksuka (setelah diwijati atau sekitar 60 tahun ke atas) .
Disini dikandung maksud bahwa tidaklah
mungkin seseorang bisa mencapai Gryahasta, Wanaprasta dan Biksuka dengan
baik bila ia tidak melalui tahapan belajar untuk memperoleh pengetahuan
yang cukup.
Orang yang berpengetahuan cukup disebut sebagai “dyatmika” seterusnya ia akan menjadi “widya” artinya bijaksana. Pandita sering disebut sebagai “Wiku” asalnya dari kata “wikan” artinya pandai. Jadi, Pandita (Wiku) semestinya pandai (wikan) oleh karenanya beliau diharapkan mempunyai kebijaksanan yang tinggi (wiweka). Hakekat kebijaksanaan adalah mengetahui apa yang “dharma” dan apa yang “adharma” kemudian
mengaplikasikan pengetahuannya itu dalam Trikaya Parisuda
(perbuatan-ucapan-dan pikiran yang sesuai dengan ajaran agama).
Pengetahuan umum atau iptek tidak dibahas
karena akan mencakup bidang yang sangat luas. Pengetahuan tentang
ke-Tuhanan dilandasi oleh keyakinan yang kuat akan adanya Tuhan/Hyang
Widhi yaitu melalui Tri Pramana.
Apakah Tripramana itu?
Tri Pramana. “Tri” artinya
tiga, “Pramana” artinya jalan, cara, atau ukuran.
Jadi Tri Pramana adalah tiga jalan/ cara untuk mengetahui
hakekat kebenaran sesuatu, baik nyata maupun abstrak
yang meliputi:
Agama Pramana
adalah suatu ukuran atau cara yang dipakai untuk
mengetahui dan meyakini sesuatu dengan
mempercayai ucapan- ucapan kitab suci, karena sering
mendengar petuah- petuah dan ceritera para guru, Resi atau
orang- orang suci lainnya.
Ceritera- ceritera itu dipercayai dan
diyakini karena kesucian batin dan keluhuran budi
dari para Maha Resi itu. Apa yang diucapkan atau
diceriterakannya menjadi pengetahuan bagi
pendengarnya. Misalnya: Guru ilmu pengetahuan alam berceritera
bahwa di angkasa luar banyak planet- planet, sebagaimana
juga bumi berbentuk bulat dan berputar. Setiap
murid percaya kepada apa yang diceriterakan
gurunya, oleh karena itu tentang planet dan bumi
bulat serta berputar menjadi pengetahuan yang
diyakini kebenarannya, walaupun murid- murid tidak
pernah membuktikannya.
Anumana Pramana
adalah cara atau ukuran untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan
menggunakan perhitungan logis berdasarkan tanda- tanda atau gejala-
gejala yang dapat diamati. Dari tanda- tanda atau gejala- gejala itu
ditarik suatu kesimpulan tentang obyek yang diamati tadi.
Cara menarik kesimpulan adalah dengan dalil sebagai berikut :
Cara menarik kesimpulan adalah dengan dalil sebagai berikut :
YATRA YATRA DHUMAH, TATRA TATRA WAHNIH
Di mana ada asap di sana pasti ada api
Di mana ada asap di sana pasti ada api
Demikianlah umat Hindu meyakini Sang
Hyang Widhi Wasa berdasarkan kepercayaan kepada
ajaran Weda, melalui penjelasan- penjelasan dari
para Maha Resi atau guru- guru agama, karena sebagai
kitab suci agama Hindu memang mengajarkan tentang Tuhan
itu demikian.
Contoh:
Seorang dokter dalam merawat pasiennya selalu mulai dengan menanyakan keluhan- keluhan yang dirasakan si pasien sebagai gejala- gejala dari penyakit yang diidapnya. Dengan menganalisa keluhan- keluhan tadi dokter dapat menyimpulkan penyakit pasiennya, sehingga mudah melakukan pengobatan.
Demikian pula jika memperhatikan keadaan dunia ini, maka banyak sekali ada gejala- gejala alam yang teratur. Hal itu menurut logika kita hanya mungkin dapat terjadi apabila ada yang mengaturnya.
Seorang dokter dalam merawat pasiennya selalu mulai dengan menanyakan keluhan- keluhan yang dirasakan si pasien sebagai gejala- gejala dari penyakit yang diidapnya. Dengan menganalisa keluhan- keluhan tadi dokter dapat menyimpulkan penyakit pasiennya, sehingga mudah melakukan pengobatan.
Demikian pula jika memperhatikan keadaan dunia ini, maka banyak sekali ada gejala- gejala alam yang teratur. Hal itu menurut logika kita hanya mungkin dapat terjadi apabila ada yang mengaturnya.
Apabila kita memperhatikan sistem tata surya yang harmonis, di mana bumi yang berputar pada sumbunya mengedari matahari, begitu pula bulan beredar mengelilingi matahari pada garis edarnya, tidak pernah bertabrakan, begitu teratur abadi. Kita lalu menjadi kagum dan berpikir bahwa keteraturan itu tentu ada yang mengatur, the force of nature yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.
Pratyaksa Pramana
adalah cara untuk mengetahui dan meyakini
sesuatu dengan cara mengamati langsung terhadap
sesuatu obyek, sehingga tidak ada yang perlu diragukan tentang
sesuatu itu selain hanya harus meyakini.
Misalnya menyaksikan atau melihat dengan
mata kepala sendiri, kita jadi tahu dan yakin
terhadap suatu benda atau kejadian yang kita
amati. Untuk dapat mengetahui serta merasakan
adanya Sang Hyang Widhi Wasa dengan pengamatan langsung
haruslah didasarkan atas kesucian batin yang tinggi dan
kepekaan intuisi yang mekar dengan pelaksanaan yoga
samadhi yang sempurna.
Jnana Marga berpangkal
tolak dari Agama Pramana, kemudian disempurnakan melalui Pratyaksa,
Upamana dan Anumana. Agama Pramana sering disebut sebagai Tattwa atau
filsafat ke-Tuhanan yang bersumber dari Weda. Pengertian tentang Weda
dikembangkan dalam Kitab-kitab Upanisad (untuk selanjutnya disingkat:
Upanisad), sehingga Weda mempunyai arti atau pengertian yang bersifat
formal. Upanisad membahas tentang :
1) BRAHMAN,
2) ATMAN,
3) MAYA DAN PENCIPTAAN SEMESTA,
4) KARMA DAN PENJELMAAN,
5) MOKSA
Dalam Jalan Jnana Yoga ini kita diajarkan Brain Power
sebuah pengetahuan tentang pikiran manusia, bagaimana memberdayakannya,
dan mempelajari bagaimana meraih suatu pengetahuan sejati, kebenaran
sejati dengan memberdayakan logika atau pikiran, sehingga nantinya
manusia bisa mencapai berbagai prestasi dan keunggulannya sebagai
manusia. Mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan di
alam samesta ini.
Komentar
Posting Komentar